Abis dhuhur.. Bell pintu berbunyi, kuintip sebentar, ternyata seorang teman baruku yang beberapa kali muncul dibalik jendela sebalah rumahku.
Hhhh.. Panggil saja atik. Dia janda beranak dua, suaminya meninggal empat tahun yang lalu. Bekerja di singapura sebagai pembantu rumah tangga, bisalah..klasik, kebutuhan keuangan para janda. Ada hal yang menarik yang bisa kita ambil pelajaran dari sini. Dia adalah salah satu kawan saya yang kurang berbahagia. Bukan karena dia harus menjadi pembantu atau dia ditinggal mati sang suami sedemikian dini, namun karena kebebasannya telah terenggut. Seperti kebanyakan para pekerja asing domestik di sini, mereka tidak mempunyai kebebasan beragama dan menjalankan ibadahnya. Biar dikata dalam perjanjian antar duta besar kita bebas beragama dan menjalankan agama kita, tapi ternyata semua nihil pada praktiknya. Para pembuat kebijakan kerja sama tak pernah datang ke lapangan. Kalau hanya konser dangdut tujuhbelasan di kedutaan saja, akan sangat mudah mereka selenggarakan, kursus2 kemahiran akan sangat mudah di sediakan, namun ketika para pekerja di sini yang notabene perlu untuk bertuhan... mereka bukan tak tahu, namun lebih terkesan tak mau tau. (semoga saya salah, ini hanya kesan pribadi, namun fakta bertebaran..)
Siang terik itu, membawaku ke sebuah perjalanan hati yang mengharukan. Mbak atik bertutur di sela2 air matanya bagaimana dia minggu pertama sudah dipukul sang majikan dan kembali ke agent. Kemudian dia kembali ke rumah majikan tersebut karena takut di deportasi ke indonesia. Inilah yang kadang membuat hatiku miris. Para majikan di sini seolah berperan sebagai dewa rizki pembantu. Mereka bisa mencantumkan pernyataan negatif, tuduhan palsu, dan sebagainya agar para pembantu yang tidak cocok dengan majikan pertama tidak mempunyai kesempatan lagi untuk pindah majikan. Inilah yang kemudian menjadi pertimbangan mbak atik untuk kembali ke rumah majikannya, tetanggaku. Dia selama 7 bulan tanpa off day tidak mendapatkan kesempatan untuk mengabari keluarga di rumah, apalagi beribadah. Beruntung sekali dia hanya menjaga nenek yang sudah 92 tahun (kok belum mati yah? ooops.. astaghfirullah..), jadi kadang dengan membersihkan jendela dia bisa berkomunikasi denganku (sama2 lewat jendela). Baru kemarin dia berkesempatan bercerita tentang kisahnya padaku ketika sang nenek tidur.
Salut buat kawan saya ini. dibalik kekerasan sang majikan, dia masih bisa dan mau (faktor mau ini sangat penting, karena tak jarang kesulitan dan halangan dari majikan malah menjadikan seseorang meninggalkan ibadah dengan tanpa rasa bersalah..) menjalankan ibadahnya, bahkan dia amsih sempat sholat dhuha. Ahh.. hanya dengan penutup aurat seadanya, jarik bali, katanya.. yang dia bawa untuk selimut tidur. Masih bisa menjalankan ibadah puasa ramadhan, dan yang paling membuat saya terharu, ketika saya bilang: Mbak, ni senin, pwasa yuuk.. Nah dia bilang: hamdulillah.. moga bisa ampe maghrib. Halah gusti Allah.. Dia memang hanya mami janda yg kerja untuk anaknya, namun dibalik sulitnya keadaan, toh kalau kita berniat, kesempatan untuk tetap istiqomah menjalankan ibadah akan datang.
Yah.. akhirnya sebelum aq pergi mbak atik bilang pengen banget baca yasin. Tanpa pikir 2 kali aq pamit balik dalam 2 menit bawain mushaf kecil (ni dlu punya sahabatku juga, si retno, yang minta tukeran qur'an waktu di Ealkarim) buat dia. Andai kalian disana... Dia mencium mushaf itu, haru..meleleh air matanya tanpa kata. Hicks.. kok gituh yah.. Diraihnya tanganku, yang pelan2 kutarik balik. Asal kalian tahu, aq takut ikutan nangis.(hihihi). Setelah itu cepat2 aq balik ke rumah.. Ahh.. lega..
Inilah kawan, yang dinamakan kehilangan kebebasan, yang kadang membuat kita menciptakan 'udzur untuk meninggalkan ibadah. Yah, dengan dalih majikan gak kasih, kesibukan yang numpuk, tugas menanti, dan sebagainya. Seolah kita mementingkan dia dari pada Dia. Bahkan kita yang mempunyai kesempatan, seringkali melupakanNya. Menyembahnya dikala perlu, mengunjungiNya dikala kita butuh, melapor padanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Kita sering lupa, bahwa apa yang kita miliki akan hilang suatuu saat nanti, akan diambil kembali. Kita bahkan lupa, bahwa nyawa kita akan diambil juga sewaktu2. Waktu kita akan dihentikan sewaktu2. Kita juga tak sadar dengan apa yang kita miliki sekarang, bahkan cenderung menyia2kannya. Waktu kita? umur kita? kesempatan kita? orang2 yang menyayangi kita? Tuhan kita? Dimana ingatan terhadap semua itu ketika kita dalam kondisi : busy mode: on??
Memang, seringkali kita baru menyadari kita memiliki sesuatu setelah kita kehilangan.
Sebelum hilang kesempatan.. uda pada sholat dhuhur belonnn???
PETERNAK KENARI CILIK
12 years ago
No comments:
Post a Comment