Ini sebuah fenomena di sebelah utara terminal Selo Aji Ponorogo. Tempatnya mangkal ojek dan para calo penumpang , kernet, maupun supir angkot. Semua tumplek blek di situ, berebut cari penumpang, karena banyak penumpang yang lebih berminat turun di perempatan lampu lalu lintas dari pada langsung masuk ke terminal. Maklum, terminal Ponorogo belum begitu diberdayakan sebagai terminal. Terbukti masih banyak ruko sebelah selatan yang kosong. Bahkan dulu (panggil aja mbak sri dan kang Pri) dua pemilik ruko yang kebetulan saya kenal baik merasa rugi menyewa ruko di situ. Sepi pengunjung..
Penumpang dari jurusan surabaya memang kebanyakan turun di dekat lampu lalu lintas. Lampu ini mempunyai tiga warna, yaitu merah, kuning, dan hijau. Namun setahu saya lampu kuning jarang disebut, hanya lampu bang jo..abang ijo.. Apalagi waktu kuliah (guaya rek, kuliah barang) di Malang dulu, orang2 cuman bilang lampu merah. Kemana ijo sama kuningnyaaa????
Konon temen2 saya tercinta..khusus yang di Ponorogo ini bukan karena warnanya loh dibilang lampu bang jo. Ceritanya gini nich..
Once upon a time.. (konon, singkatnya) ada seorang pemuda asal medan yang berpetualang ke Ponorogo mencari ilmu. Dia berniat mondok atau nyantri atau apalah namanya di sebuah pesantren (sebut aja al-hasan). Nah..kebiasaan buruknya di Medan sebagai anak yang tergolong agak nakal masih terbawa sampai ke Ponorogo.
Oh ya, hampir lupa, nama pemuda ini adalah Tarjo (meskipu orang medan, daia keturunan jawa kok, Blitar kononnya). Tarjo tetaplah tarjo..malam dia sibuk mengaji dengan Kayainya, siang setelah dhuhur dia klayapan di sekitar terminal Selo Aji. Selain terkenal dia dengan logatnya yang berbeda dengan anak2 terminal lainnya, dia juga terkenal suka memberi petuah bijak pada anak2 lain. Mereka suka berbincang tentang agama dengan si Tarjo. Namun Tarjo tetaplah Tarjo. Dia jugalah preman yang paling ditakuti di daerah teminal itu. Sekali masalah timbul dengan dia, misalnya rebutan penumpang dengan dia, atau komisi kurang dari para supir, dia tak segan2 akan memukul si pembuat masalah.
Bahkan semua orang saking segannya dengan dia memanggilnya abang. "Bang Jo", begitulah nama keren si tarjo. Nah.. setelah enam tahun mondok, cukuplah bagi Tarjo untuk pulang kampung, kebetulan ibu dan ayahnya telah menunggu lama untuk dinikahkan dengan anak raja Minyak di Medan. Pulanglah Tarjo ke medan..diiringi dengan doa dan saku alakadarnya dari kawan2nya di terminal..Meskipun si Tarjo sudah menjadi ustadz di Medan, tetaplah kawan2 di terminal Selo Aji mengenangnya sebagai preman handal di situ. Dan tempat mangkal si Tarjo dan kawan2, yaitu di utara terminal Ponorogo..tepatnya di daerah lampu lalu lintas sejak saat itu sampai sekarang dikenal dengan sebutan "Bang Jo" ALIAS Abang Tarjo. Jadi bukan karena lampunya yang hanya nyala abang dan ijo looh...
Buat temen2 yang mo ke Ponorogo..welcome dahh..jangan lupa turun: BANG JO! ok...
Cerita ini muncul saat penulis masukin roti ke dalam toaster setelah 3 kali terbakarr.. Duuhh...nasibku..
PETERNAK KENARI CILIK
12 years ago
nek no nggonku..ujud lampu bangjo iku malah ga seserem ceritane..ujude mung koyo ngono iku,apik,..neng ceritane serem: "wewujudan seng mung nduwe sikil siji, neng matane telu mentholong,tur diwedeni kabeh sak sopoo wae seng ketemu opo maneh pas nembe nitih kendaraan, ora pandang awan opo mbengi....
ReplyDelete